FLEXING

Halo semuanya, kembali lagi ke laman blog gue. Sebelum gue mulai, gue mau ngucapin makasih banyak banget buat support kalian yang selalu bacain tulisan gue, sampe pas terakhir kali gue upload blog, gue dapat respon yang sangat baik dari kalian. Thank you ya, I really appreciate it, dan semoga aja tulisan gue bisa bermanfaat dan banyak dikitnya bisa relate ke kalian semua. Oh iya, gue juga pengen ngucapin selamat buat kita semua, karena PAS telah usai, yippie! Setidaknya kita telah terbebas dari sensasi mual-mual, pusing, dan pegal linu selama menjalani ujian ini. Harapan gue sederhana, gue cuman pengen nilai diatas KKM dan kagak diremed, udah itu aja.. Yak, semoga nilai kita semua diatas KKM ya bestie, aamiin.. Oke, gausah lama-lama, yuk kita langsung mulai!

            Kali ini gue pengen ngomongin tentang flexing. Uuu, kayaknya buat sebagian orang, kata ini udah nggak asing lagi deh. Tapi, buat temen-temen yang belum tau, singkatnya, flexing itu kebiasaaan untuk memamerkan kekayaan di sosial media. Kenapa gue ngangkat tema ini, sebenernya simpel, karena gue sering banget liat orang-orang pada flexing di sosial media, dan lama kelamaan, hal itu bikin gue ngerasa capek. Paham nggak sih? Rasanya, gue cukup capek dan muak liat orang-orang pamer harta di sosmed. Entah itu pamer iphone boba, pamer se-circle nginep dihotel, pamer sultan yang tiap liburan ke Bali, dan lain sebagainya.

            Oke, gue akan mulai tema ini dengan opini gue tentang sosial media. Kalau kata temen-temen gue, sosmed itu emang tempat pamer dan pencitraan. Tempat dimana biasanya yang lu liat dari hidup orang lain tuh yang enak-enaknya aja, dan nggak jarang jadi bahan iri dan bahan ghibah. Menurut yang gue tangkap, hampir sebagian orang itu “berpura-pura” di sosial media. Agak sad, but this is the reality. Kasarnya, sosmed merupakan tempat yang paling oke buat lu pamer pacar, pamer kecantikan, pamer prestasi, pamer kerja keras lu, atau mungkin pamer harta. Kenapa gue bilang paling oke? Cuy, saat ini, semua orang pake sosial media. Sosmed tuh udah jadi dunia buat para manusia zaman sekarang. Jadi, orang-orang bakal selalu ngeliat apa aja yang orang lain posting.

            Oke, itu sekilas tanggapan ‘kasar’ gue tentang sosial media. Sebenernya, soal sosmed ini pernah gue bahas di blog gue beberapa bulan lalu, tapi mungkin ini sedikit refresh aja, karena tema ini pun erat hubungannya dengan sosial media.

            Kembali lagi soal flexing. Gue sebenernya bertanya-tanya, kenapa sebanyak itu orang yang suka flexing? Sampe, fun fact guys, flexing ini jadi budaya lho, yaitu flex culture. Kalian bisa cek di google buat tau lebih lengkapnya. Ini membuktikan bahwa orang-orang tuh emang seaktif itu di sosmed. Karena maraknya fenomena ini, gue pun berusaha memahami, why a lot of people doing this, dan lama-lama, oke gue paham, karena gue juga manusia, gue bisa relate, terkadang emang kalau kita punya barang branded yang bagus dan mahal, kita pasti pengen orang-orang tau, kalau kita punya itu. Biar orang-orang nganggepnya kita tuh mampu, kita tuh kaya, kita tuh hebat bisa punya barang yang ‘wah’ itu, dan sebagainya.

            Dan setelah gue riset dengan baca-baca artikel atau dengerin berbagai podcast dari berbagai influencer, intinya, manusia emang butuh validasi. Kita memang haus akan pengakuan. We need a validation, kalau, oh iya.. dia tuh kaya ya makanya dia bisa punya tas mahal. Atau, oh iya dia itu pekerja keras ya, sampe bisa liburan terus ke luar negeri.

            Dan dari artikel yang gue baca, kenapa orang ngelakuin flexing, katanya emang ada beberapa orang yang nggak diterima di lingkungannya, or let’s say, mereka ‘dikucilkan’ oleh sekitar. Entah itu oleh teman-teman sekolah, teman kerja, atau tetangga. Nah, karena mereka merasa tidak dianggap, makanya, mereka nyari cara supaya mereka bisa diterima, yaitu dengan flexing, supaya mereka lebih ‘dianggap’ dan lebih dihargai.

            Gue juga pernah baca bukunya Raditya Dika, kalau nggak salah judulnya Ubur-Ubur Lembur, di salah satu bab nya juga ngebahas orang-orang yang katanya pada ‘pamer’ di sosial media. Menurutnya, semua orang terlalu sibuk berlomba-lomba untuk membuktikan hidup siapa yang paling enak dan hebat. Tak jarang juga, sosmed dan flexing ini jadi senjata buat ‘bales dendam’ ke seseorang. Kayak misal, gue punya cowok, cowok gue ini tuh loyal banget, ngasih gue barang-barang mahal, bisa ngajak gue makan sushi seminggu dua kali, dan lain sebagainya. Nah gue pun posting tuh ke medsos, biar mantan gue tau, kalau hidup gue lebih menyenangkan dari dia. (Contoh doang ye, jangan dianggep serius).

            Eh tapi, disini bukan berarti gue nggak pernah flexing ya. Gue juga banyak dikitnya pernah lah pengen “diliat” sama orang-orang. Makanya gue bisa cukup relate dan tau, sedikit banyaknya alasan orang-orang ngelakuin ini. Oke, gue yakin, setelah baca tulisan gue, mungkin beberapa dari kalian mikir, “Ah, tapi kan nggak semua yang posting itu niatnya flexing..” Tenang, I think the same kok. Buat gue, meskipun saat ini flexing sudah banyak dilakukan, tapi ya, nggak semua orang yang posting itu tujuannya buat pamer.

            Emang ada orang yang seneng posting-posting di sosial media, tanpa niat nunjukkin yang dia punya. Ya dia emang seneng sharing aja. Or, ada juga yang post buat share kebahagiaan mereka ke orang lain, ada juga tuh yang posting sekedar buat kenang-kenangan.

            Tapi ya, hal ini bisa jadi good and bad at the same time. Tergantung siapa yang liat. Kalau orang mikirnya positif, ya pasti dia bakal mikir yang baik-baik tentang postingan lu. Kayak, “Oh mungkin dia emang seneng posting, atau kayaknya dia pengen share kebahagiaan dia ke sosmed, biar orang ikut happy,” Tapi, kalau orang mikirnya negatif, bisa aja di cap tukang pamer lah, cari sensasi, sok paling kaya, dan berakhir jadi bahan gunjingan di satu circle.

            Nah, gue rasa cukup buat pembahasan tentang flexing. Disini, gue cuman pengen sampein. Your social media is yours. Sosmed lu ya hak lu. Orang lain nggak berhak buat ngatur, lu mau posting apa, lu mau share apa, dan sebagainya. Tapi, tentu, bakal ada baiknya kalau kita bisa kontrol apa aja yang kita posting. Kalau sesekali kita mau post apa yang kita punya, menurut gue it’s not a problem, selama nggak berlebihan. Bisa jadi, kita juga share happiness dan motivasi ke orang lain.

            Sebenernya dari maraknya flexing ini gue belajar, kayak, waah.. ternyata sepenting itu ya validasi dan pengakuan bagi manusia. Nggak salah juga sebenernya, karena buat gue, ini emang sifat alami. But, gue pengen bilang, that diamond will always be diamond. Kita nggak perlu capek-capek meninggi-ninggikan diri, karena, kalau kita berharga, kalau kita bernilai, dan kalau kita mampu, orang lain pun akan tau dengan sendirinya.

            Segini dulu blog dari gue. Semoga kalian bisa menangkap maksud yang gue sampein di blog ini dengan baik. Makasih buat temen-temen yang udah baca, stay productive, and see you on my next blog!

           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

WHY I MADE A CONTENT?

2022 Recap

STEREOTYPE